Rabu, 20 Juli 2016

EFIKASI DIRI







STUDI KASUS
PROBLEM EFIKASI DIRI
Putri, dia seorang anak umur 17 tahun, siswa disalah satu sekolah menegah atas, kota kuningan. Dalam kehidupan sehari-hari ia sebagaimana anak normal lainnya, mengenyang pendidikan dan bersosial. Ia anak pertama dari empat bersaudara.
Namun, disisi lain ia sering merasa tidak PD, setiap ada kegitan bersama teman-temannya ia sering merasa tidak dalam bagian penting dalam kelompoknya. Kadang kala, ia lama ketika berdandan dengan dalih, jika ia tidak kelihatan cantik ia akan dicemooh  teman-temannya.

Ketika dalam ruangan, ia lebih banyak diam, merasa malu dan tidak mampu sebagai alasannya. Malu berbicara atau mengungkapkan pendapat didepan teman-temannya, karena takut disalahkan. Ketika ditanya gurunya ia sering gugup seperti orang ketakutan karena telah melakukan kesalahan.

BAB I
PENDAHULUAN
a.       Latar Belakang Masalah
Efikasi diri merupakan salah satu hal penting dalam diri individu. Efikasi diri berpengaruh besar terhadap kinerja sebagi motifasi untuk lebih giat melakukan aktifitas. Keyakinan atas dirinya sendiri lebih cendrung mengarah kepada nilai positif individu. Kinerja orang yang efikasinya tinggi akan lebih kelihatan daripada orang yang nilai efikasinya rendah.

Kita semua perlu mempelajari efikasi diri, karena efikasi diri merupakan hal penting yang harus dimiliki. Efikasi diri berpengaruh besar terhadap diri indifidu dalam setiap tindakan yang dilakukan. Baik buruk, tepat atau tidaknya kinerja seseorang akan dipengaruhi oleh seberapa tinggi atau rendahnya nilai efikasi diri seseorang tersebut.

Sangatlah penting dan urgen untuk menguak tentang efikasi diri.  efikasi diri bisa disebut hal vital yang harus dimiliki individu, karena dengan efikasi diri seseorang dapat melihat sejauh mana potensi dan kadar pribadi, sehingga dengan itu ia tahu hal apa yang semestinya ia lakukan untuk bertindak atas apa yang ia tuju. Kita semua perlu mengetahui arti, bentuk, faktor pendorong dan guna dari efikasi diri. karena hal itu akan menarik kita untuk lebih bisa memposisikan diri dengan dengan keadaan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Efikasi Diri
Beberapa tokoh dalam mendefinisikan efikasi diri, oleh Albert Bandura. menurut Bandura sebagaimana yang ditulis oleh Riswandi Setiadi dalam skripnya mengatakan “Efficacy is major of action. people guide their lives by their beliefs of personal efficay. self-efficacy refes to belief in ones capabilities to organize and axecute the courses of action required to produce given attainments”. yang dapat artikan sebagai  keyakinan dalam diri individu bahwa dirinya dapat menguasai situasi dan menghasilkan suatu yang positif. yang memiliki peran penting dalam model pembelajaran sosial kognitif bandura. [1]

Menurut Eden self eficacy is person’s belief in the tools available to do job atau  keyakinan individu akan ketersedian sarana untuk melakukan pekerjaan. Ia membuat konsep baru terhadap efikasi diri yang lebih menekankan pada faktor internal dari individu, dipelopori oleh parker yakni  Role breadth self eficacy (RBSE) yang terkait suatu tugas yang diberikan. RBSE berhubungan dengan penilaian seseorang tentang kemampuan untuk melakukan peran yang lebih luas dan proaktif pada suatu pekerjaan (melebihi tuntutan secara teknis).[2]

Dapat disimpulkan Efikasi diri adalah keyakinan individu yang ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal dengan baik dan berhasil. Efikasi diri sangat berpengaruh besar tehadap perilaku dan keberhasilan individu. Individu yang memiliki efikasi diri dapat mempertanggngjawabkan kemampuannya pada orang lain sesuai dengan kemampuan atau ability yang dimilikinya, sehingga dapat dipastikan individu yang memiliki efikasi diri cenderung percaya diri, optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan baik.[3]

Apabila efikasi diri tinggi maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan yang didapat, misalnya murid dengan efikasi diri akan mengatakan “saya yakin bahwa saya akan mampu menguasai materi ini dan saya akan mampu mengerjakan tugasanya dengan baik”.  begitupun sebalik apabila efikai diri rendah maka dapat dimungkinkan individu cenderung menghindari masalah yang dihadapinya, khususnya yang sifatnya menantang dan sulit. misalnya seorang murid dengan efikasi rendah tidak mau berusaha belajar untuk mengerjakan ujian. karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya mengerjakan ujian.  

Efikasi diri dikenalkan pertama oleh Bandura dalam buku Psychological Review, sebagaimana dipaparkan dalam skripsi Siti khodijah ulfah bahwa buku tersebut menjelaskan, efikasi sangat dipengaruhi oleh keyakinan individu terhadap tugas yang dihadapi dalam [4]mencapai hasil tertentu. keyakinan meliputi kepercayaan dalam diri, kemampun menyesuaikan diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasita bertindak pada situasi yang penuh tekanan. efikasi diri itu akan berkembang berangsur-angsur secara terus menerus seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya yang berkaitan.[5]  

B.     Sumber – Sumber self efikasi
Berbicara tentang efikasi diri, terdapat empat sumber efikasi yang menjadi sumber informasi, serta mampu menjadi sumber utama dalam mekanisme pembentukan efikasi diri pada individu, empat sumber tersebut adalah:
a. Mastery experieces (pengalaman) atau performance attainments (pencapaian keberhasilan).
Dalam membangun efikasi yang kuat dibutuhkan banyak pengalaman dan pencapain keberhasilan, karena keduanya mampu menyediakan bukti yang ontentik dan informasi langsung tentang hal-hal apa saja yang harus dimiliki oleh seseorang jika ingin sukses, serta hal-hal seputar kesuksesan itu sendiri. kesuksesan akan menumbuhkan efikasi diri dalam diri individu, sedangkan kegagalan akan menrunkan efikasi diri.

Pengalaman dibutuhkan untuk melewati berbagai hambatan dan kesulitan melalui usaha yang tekun, karena hambatan dan kesulitan memberikan kesempatan untuk belajar bagaimana mengubah kegagalan menjadi sebuah kesuksesan dengan cara mempertajam kemampuan seseorang untuk mampu mengendalikan masalah-masalah dengan lebih baik. Sedang pecapaian keberhasilan yakni dengan proses situasional (seperti tingkat kesulitan sebuah tugas) dan pemrosesan kognitif (seperti tingkatpersepsi terhadap kemampuan) akan mempengaruhi penilaian dan keyakinan terhadap efikasi diri.

b.      Vicorius experiences.
Yakni individu memperoleh efikasi diri dengan melihat/meniru pengalaman orang lain. Berdasarkan variasi penelitian ini, bandura akhirnya menetapkan beberapa tahapan terjadinya proses modeling :

1)      Atensi (perhatian). perhatian yang penuh dapat  membantu proses belajar individu menjadi lebih mudah di mengerti. Hal-hal yang mempengaruhi perhatian mencakup karakteristik dari model itu sendiri, seperti : mode yang penuh warna, dramatis atau modelnya tidak jauh beda dengan diri anda sendiri.
2) Retensi (ingatan). ketika semua yang kita lihat tersimpa, maka anda dapat memanggil kembali citraan atau deskripsi-deskripsi verbal sehingga anda dapat memproduksinya melalui prilaku anda sendiri.
3)  Reproduksi, pada tahap ini anda hanya perlu duduk dan berkhayal, karena hau menerjemahkan dekripsi tadi kedalam prilaku aktual. Aspek yang penting dala reproduksi adalah  adalah kemampuan kita berimprovisasi ketika kita membayangkan diri kita sebagai prilaku.
4)     Mortivasi. Anda tidak akan melakukan apapun dengan suatu yang anda lihat atau pelajari jika anda tidak memiliiki dorongan atau motivasi dalam diri karena anda belum memiliki alasan tertentu untuk melakukan hal apapun.  bandura menyebutkan jenis-jenis motivasi :
a)      Dorongan masa lalu ,yaitu yaitu dorongan – dorongan sebagaimana kaum behavioris trdisional
b)      Doronyan yang dijanjikan (intensif) suatu yang bisa bayangkan
c)      Dorongan yang kentara: seperti, melihat atau teringat model yang patut ditiru.
Selain itu, ada pula motivasi-motivasi negatif, yaitu yang memberi alasan mengapa individu tidak mau meniru atau pelajari, yaitu :
a)      Hukuman yang pernah ia terima
b)      Hukuman yang dijanjikan (ancaman)
c)      hukuman yang kentara

Regulasi diri tau kemampuan mengontrol prilaku sendiri aaah salah satu dari sekian penggerak utama kepribadian manausia. tiga tahap terjadinya proses regulasi:
1)      Pengamatan diri, kita melihat prilaku diri kita sendiri dengan terus mengamati  serat terus mengamati.
2)      penilaian, kita membandingkan yang kita amati terhadap prilaku  kita dengan ukuran standart.
3)      respon diri,
Gagasan  yang mencakup dalam konsep rugulasi diri diwujudkan dengan teknik terapi yang disebut terapi kontrol diri. terapi ini cenderung lebih berhasil paa persoalan-persoalan sederhana. seperti merokok, kebiasaan belajar burk yaitu dengan cara :
1)   Grafik-grafi Bahavioral, yaitu dengan terus menerus mengamati prilaku anda sendiri baik sebelum berubah maupun setelahnya. , sehingga akan membawa anda pada tanda-tanda yang bisa diasosiasikan dengan prilaku tertentu.
2)   Perencanaan lingkungan, jadikan kartu catatan harian anda sebagai patokan, telah itu anda berusaha mengubah lingkungan anda.
3)   Perjanjian diri, memberi hukuman atau penghargaan jika anda berhasi atau pun tidak.
seperti halnya ketika oranglain mendapatkan juara dalam kelas dikarenakan ia tekun dalam belajar, maka individu akan cenderung meniru hal serupa, karena ia meyakini bahwa dirinya juga memiliki kapasitas untuk mendapat juara kelas. jika anda tidak mampu mendapatkan modeling, maka carilah seseorang untuk membantu anda mendapatkanya. aselamat mencoba.[6]  

c.       Social persuasion
Yakni persuasi verbal yang digunakan untuk meningkatkan kepercayaan seseorang mengenai hal-hal yang dimiliki untuk berusaha lebih gigh untuk mencapai tujuan dan keberhasilan/kesuksesan. Persuasi verbal memiliki pengarh cukup besar dalam meningkatkan efikasi diri dan dapat menunjukkan perilaku yang dilakukan cukup efektif. Social persuasion dapat berupapa sugesti atau ungkapan -  ungkapan yang memberikan dukungan pada individu seperti “Anda pasti bisa” dapat meningkatkan efiksai diri  sedangkan sikap dan ungkapan – ungkapan negatif dapat mengurangi efikasi diri.

persuasi verbal disesuaikan dengan kondisi individu yakni rasa percaya kepada pemberi persuasi dan sifat realistik daei apa yang di persuasikan. Penilain terget terhadap sumber komunikasi merupakan salah satu faktor yang paling penting dalam keberhasilan usaha persuasif, kemungkinan individu akan memningkatkan efikasi diri bila sumber dipandang andal, dapat dipercaya, dan secara umum disukai oleh target.[7]

d.      Physiological Arausal
Yakni efikasi diri yang berasal dari dalam diri individu berdasarkan apa yang dirasakan, misalnya: gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang  mengancam akan cenderung dihindari. penilaian individu terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati, suasana hati yang positif akan meningkatkan efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan melemahkan efikasi diri.

Mengurangi reaksi cemas, takut cemas, takut dan stress individu akan mengubah kecenderungan emosi negatif dengan salah interprestasi terhadap keadaan fisik dirinya sehingga akhirnya dengan interprestasi terhadap keadaan fisik dirinya sehingga akhirnya akan mempengaruhi efikasi diri yang positif terhadap diri seseorang.[8]

C.     Pengukuran Efikasi Diri
Menurut Bandura Pengukuran terhadap efikasi diri dapat dikemukakan dengan dimensi-dimensi efikasi diri yakni:
a)      Tingkat kesulitan
Dimensi kesulitan berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang harus diselesaikan seseorang dari tuntutan sederhana, moderat sampai yang membutuhkan performansi maksimal (sulit). Dimensi kesulitan memiliki implikasi terhadap pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu akan mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya.

b)      Tingkat generalisasi
Dimensi generalisasi merupakan dimensi yang berkaitan dengan luas bidang tugas yang dilakukan. Beberapa keyakinan individu terbatas pada suatu aktivitas dan situasi tertentu dan beberapa keyakinan menyebar pada serangkaian aktivitas dan situasi yang bervariasi.

c)      Tingkat kekuatan
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kemampuan individu terhadap dimensi yang terkait dengan kekuatan/kemantapan individu terhadap keyakinannya. Individu dengan efikasi diri tinggi cenderung pantang menyerah, ulet dalam meningkatkan usahanya walaupun menghadapi rintangan, dibandingkan dengan individu dengan efikasi diri rendah.[9] 

D.    Dampak Efikasi Diri
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan diatas, bahwa efikasi diri mampu memberi beberapa perubahan terhadap perlaku individu. Adapun pengaruh-pengarh efikasi diri yaitu:

a)      Fungsi kognitif.
Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dari efikasi diri pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi. Pertama, efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi tujuan pribadinya. Semakin kuat efikasi diri, semakin tinggi tujuan yang ditetapkan oleh individu bagi dirinya sendiri dan yang memperkuat adalah komitmen individu terhadap tujuan tersebut.

Individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempunyai cita-cita yang tinggi, mengatur rencana dan berkomitmen pada dirinya untuk mencapai tujuan tersebut. Kedua, individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi bagaimana individu tersebut menyiapkan langkah-langkah antisipasi bila usahanya yang pertama gagal dilakukan.

b)       Fungsi motivasi.
Efikasi diri memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi diri. Sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya dengan menggunakan pemikiran-pemikiran tentang masa depan sehingga individu tersebut akan membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dirinya lakukan. Individu juga akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan yang prospektif, menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan bagian dari tindakan-tindakan untuk merealisasikan masa depan yang berharga.

Efikasi diri mendukung motivasi dalam berbagai cara dan menentukan tujuan-tujuan yang diciptakan individu bagi dirinya sendiri dengan seberapa besar ketahanan individu terhadap kegagalan. Ketika menghadapi kesulitan dan kegagalan, individu yang mempunyai keraguan diri terhadap kemampuan dirinya akan lebih cepat dalam mengurangi usaha-usaha yang dilakukan atau menyerah. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya akan melakukan usaha yang lebih besar ketika individu tersebut gagal




dalam menghadapi tantangan. Kegigihan atau ketekunan yang kuat mendukung bagi mencapaian suatu performansi yang optimal. Efikasi diri akan berpengaruh terhadap aktifitas yang dipilih, keras atau tidaknya dan tekun atau tidaknya individu dalam usaha mengatasi masalah yang sedang dihadapi.

c)       Fungsi Afeksi
Efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping individu dalam mengatasi besarnya stres dan depresi yang individu alami pada situasi yang sulit dan menekan, dan juga akan mempengaruhi tingkat motivasi individu tersebut. Efikasi diri memegang peranan penting dalam kecemasan, yaitu untuk mengontrol stres yang terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa efikasi diri mengatur perilaku untuk menghindari suatu kecemasan.

Semakin kuat efikasi diri, individu semakin berani menghadapi tindakan yang menekan dan mengancam. Individu yang yakin pada dirinya sendiri dapat menggunakan kontrol pada situasi yang mengancam, tidak akan membangkitkan pola-pola pikiran yang mengganggu. Sedangkan bagi individu yang tidak dapat mengatur situasi yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi.

Individu yang memikirkan ketidakmampuan coping dalam dirinya dan memandang banyak aspek dari lingkungan sekeliling sebagai situasi ancaman yang penuh bahaya, akhirnya akan membuat individu membesar-besarkan ancaman yang mungkin terjadi dan khawatiran terhadap hal-hal yang sangat jarang terjadi. Melalui pikiran-pikiran tersebut, individu menekan dirinya sendiri dan meremehkan kemampuan dirinya sendiri.

d)      Fungsi Selektif
Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yangakan diambil oleh indvidu. Individu menghindari aktivitas dan situasi yang individu percayai telah melampaui batas kemampuan coping dalam dirinya, namun individu tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih situasi yang dinilai mampu untuk diatasi.

Perilaku yang individu buat ini akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan jaringan sosial yang mempengaruhi kehidupan, dan akhirnya akan mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini karena pengaruh sosial berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut untuk meningkatkan kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat tersebut dalam waktu yang lama setelah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan keyakinan telah memberikan pengaruh awal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan bahwa efikasi diri dapat memberi pengaruh dan fungsi kognitif, fungsi motivasi, fungsi afeksi dan fungsi selektif pada aktivitas individu.[10]

BAB III
LANDASAN TEORI
Beberapa pakar psikologi seperti Adler mengatakan bahwa gangguan kronis yang dialami diri seseorang bisa menjadi salah satu sumber munculnya perasaan inferioritas diri bahkan kompleksnya, karena gangguan kronis diasumsikan secara subjektif sebagai kelemahan diri. Respons individu terhadap gangguan yang dihadapinya oleh Adler akan melahirkan kompensasi atas kelemahan tersebut. Indvidu dapat secara optimal merasa baik atau buruk atas responsnya itu tergantung dari mekanisme ego yang bekerja (Freud melalui Hall, 2003).

Bandura pernah berasumsi bahwa perasaan lemah atas bagian-bagian tertentu secara fisik maupun psikis, bisa berpengaruh pada self-regulation dan self-efficacy seseorang. Efikasi diri merupakan keyakinan atas kemampuan dirinya. Efikasi ini dibentuk dari penilaian pribadi atas kondisi dirinya dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran lingkungan sosialnya tentunya.

Freud (melalui Nevid, dkk, 2003) pernah mengilustrasikan bahwa ide-ide pembangkit anxietas yang muncul dalam kesadaran dan tidak dapat diterima oleh ego atas pertimbangan realitas dapat menyebabkan perilaku neurotik seseorang berkembang. Adanya ego defense mechanism dalam diri individu mendorong ego untuk mempertahankan eksistensinya melawan simtom-simtom pembangkit anxietas atau kecemasan, dimana ide-ide tersebut ditekan dan dipendam ke alam ketidaksadaran manusia. Secara struktural, ego seseorang masing-masing memiliki ambang toleransi terhadap mekanisme pertahanan diri, sehingga ide-ide pembangkit anxietas (kecemasan) yang berlebihan terhadap ambang toleransi ego akan bergerak keperilaku overt, karena ketidakmampuan ego untuk menekan semuanya keketidaksadaran melalui fungsi defense yang dimiliki ego.

Pada hakikatnya hidup manusia itu penuh dengan berbagai masalah yang menuntut perhatian manusiawi individu dalam kehidupan. Kierkegaard menambahkan bahwa pengalaman subjektif manusia merupakan sumasi dari pemikiran positif dan pemikiran negatif, dimana keduanya ini secara bersama-

sama membentuk efikasi diri seseorang sebagai individu. Hal ini dijelaskan Kierkegaard karena pemikiran subjektif memikirkan kehampaan yang meresapi keberadaannya (esistensinya). Kierkegaard menjelaskan juga bahwa kesadaran merupakan penyebab munculnya masalah-masalah pribadi diri.

Sejalan dengan konsep Rene Descartes (1596-1650) yang mengatakan “de omnibus dubitandum est” (segala sesuatu harus diragu-ragukan). Descartes juga mengatakan bahwa “Dengan berpikir, maka aku ada” yang menjadi landasan bagi Kierkegaard dalam menguraikan tentang kesadaran. Kierkegaard berasumsi bahwa kita tidak dapat mempercayai pikiran sehat atau cara biasa kita berpikir tentang dunia, sebab mustahillah untuk membuktikannya secara pasti pada saat khusus manapun bahwa kita tidak bermimpi meskipun dalam keadaan jaga sekalipun.

Satu hal yang dapat anda percayai menurut Rene Descartes adalah kepastian kesadaran anda sendiri, sebab setiap kali anda bekata pada diri anda bahwa anda sedang berpikir, maka anda benar sekalipun pancindera anda sedang menipu anda. Kierkegaard juga mengatakan bahwa kesadaran mempersatukan pasangan-pasangan kontradiksi. Dalam kesadaran, apa yang ada (aktualitas) dihadapkan pada apa yang tidak ada (kemungkinan).

Berpikir itu merupakan pintu tunggal menuju ke alam kesadaran. Pintu yang dapat terbuka suatu kali dan dapat tertutup suatu ketika, sehingga mengurung diri dalam kehampaan. Inilah alasan mengapa Kierkegaard mengatakan bahwa kesadaran menjadi penyebab adanya ketegangan atau masalah dalam diri psikis pada individu. Pada saat diri dihadapkan dengan masalah tertentu, misalnya pada penderita gangguan kronis, maka kontradiksi-kontradiksi tertentu terjadi.

Kesadaran mempersatukannya dengan kontradiksi pertentangannya, sehingga menimbulkan rasa kecemasan, ketakutan, pasrah, putus asa. Kesadaran kemudian mengeksternalkannya pada realita perilaku, sehingga muncul simtom tertentu yang menunjukkan gejala penderitaan. Kesadaran inilah yang seharusnya diubah. Dengan mengubah perspektif kesadaran, maka realita eksistensialis penderitaan itu tidak seharusnya dirasakan meskipun terjadi riil.

Asumsi di atas dapat menjelaskan bahwa bagi penderita gangguan kronis, faktor gangguan tersebut menjadi beban yang cukup berat. Beban ini secara spekulatif tetapi pasti mempengaruhi perkembangan individu, termasuk dalam efikasi dirnya. Pemaknaan terhadap dirinya yang memiliki gangguan sebagai inferior factor adalah buah hasil kesadaran yang normal terjadi pada manusia.

Permasalahan ini semakin kompleks ketika individu berada pada masa perkembangan dewasa awal, dimana terdapat tuntutan yang besar secara intern maupun eksternal atas pengambilan tanggung jawab pribadi dan kemandirian personal. Kesemuanya ini mempengaruhi perkembangan dan pembentukan efikasi diri. Arah perkembangan efikasi ini bisa positif maupun negatif pada penderita gangguan kronis, tergantung dari multifaktor dalam kehidupan individu yang bersangkutan.

Bandura (1997, hal 3) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan pada kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam rangka pencapaian hasil usaha. Efikasi diri menurut Bandura akan mempengaruhi segala rangkaian tindakan yang dilaksanakan individu, sebarapa lama individu akan kuat dan gigih dalam menghadapi masalah-masalahnya, kegagalan upaya, keuletan di dalam kesengsaraan hidupnya, jumlah stress dan depresi yang dialami dalam menghadapi tuntutan sosial dari lingkungannya yang bersifat menekan, dan tingkat prestasi yang diperoleh.

Di sisi lainnya Baron dan Byrne (1997, hal 183) memaparkan bahwa efikasi diri sebagai evaluasi diri terhadap kemampuan dan kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan, mencapai suatu tujuan dan dalam menghadapi kendala yang terjadi. Sejalan dengan itu, Corsini (1994, hal 368) menyebutkan efikasi diri sebagai pernyataan subjektif berupa keyakinan individu akan kemampuan dirinya dalam mengontrol perilaku dan tuntutan sosial lingkungan, sehingga memperoleh hasil yang maksimal bagi dirinya. Jelasnya, Corsini menyebut adanya aspek keyakinan dalam mengontrol lingkungan dan perilakunya bagi individu yang bersangkutan.

Efikasi diri beragam dalam tiap-tiap situasi, individu dapat memiliki efikasi diri yang relatif tinggi dalam satu situasi, tetapi tidak pada situasi lainnya, misalnya. Hal ini tergantung dari kompetensi dirinya bagi aktivitas yang berbeda-beda dalam tuntutan, tingkat persaingan diantara individu, predisposisi pribadi dalam menghadapi kegagalan, dan kondisi fisiologis berkaitan juga dengan kesehatan diri secara fisikal mapun psikis.

Di sisi lainnya, efikasi juga dipengaruhi oleh penilaian pribadi tentang hal kemampuan dirinya tersebut. Penilaian yang salah atau keliru terhadap kemampuan diri akan berdampak signifikan terhadap efikasi diri orang tersebut. Penilaian diri yang tepat akan mendorong individu untuk melakukan suatu tugas atau tantangan dengan realistis dan memberikannya motivasi internal untuk pengembangan diri dalam mencapai proses aktualisasi diri yang sehat (Maslow, melalui Hall, 1993).

Berkaitan dengan fungsi efikasi diri yang lainnya, Bandura (1986, hal 393-395) mengungkapkan fungsi efikasi diri sebagai penentu aktif tindakan atau perilaku yang harus dipilih, menentukan besarnya usaha yang harus dilakukan, serta mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosi yang harus dilakukan individu.

Secara esensial efikasi diri memiliki dua pengertian penting, yaitu :
1.      Efikasi diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation) adalah Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam situasi tertentu.Efikasi diri berhubungan  dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan; dan
2.      Ekspektasi hasil (outcome expectation) atau perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber yakni :
1.      Pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment),
2.      Pengalaman Vikarius (vicarious experience),
3.      Persuasi Sosial (Social Persuation) dan
4.      Pembangkitan Emosi (Emotional/ Psysilogical states).


Berikut ini adalah strategi pengubahan sumber efikasi diri :
Sumber
                    Cara Induksi
Pengalaman Performasi
Participant Modelling
Meniru model yang berprestasi
Performance desensilization
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
Performance Exposure
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
Self-instructed performance
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
Pengalaman Vikarius
Live Modelling
Mengamati Model yang nyata
Symbolic Modelling
Mengamati model simbolik, film, komik, cerita
Persuasi Verbal
Sugestion
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
Exhortation
Nasihat, peringatan yang mendesak/memaksa
Self-instruction
Memerintah diri sendiri
Intrepretive Treatment
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah
Pembangkitan Emosi
Attribution
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian emosional
Relaxation biofeedback
Relaksasi
Symbolic desensilization
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
Symbolic Exposure
Memunculkan emosi secara simbolik



Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak responsif akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku, yaitu : 
Efikasi
Lingkungan
Prediksi hasil tingkah laku
Tinggi
Responsif
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya
Rendah
Tidak Responsif
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit
Tinggi
Tidak Responsif
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan
Rendah
Responsif
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif. Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses. Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan. Individu tidak merasa ragu, karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.[11]


BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus puteri diatas kita dapat mengetahui dan memahami bahwa ia mengalami gangguan dalam masalah efikasi diri, ia memiliki efikasi diri yang rendah, tidak mempunyai keyakinan atas dirinya sendiri dihadapan orang lain. Hilangnya efikasi diri sangat berpengaruh kepada diri puteri, ia sering merasa tidak mampu melakukan sesuatu, merasa minder dan tidak percaya diri.

Soslusi yang harus diberikan kepada puteri bagaimana ia bisa membentuk suatu efikasi diri dengan memberian pemahaman melalui empat mekanisme pembentukan efikasi diri, yaitu:
1.      Mastery experieces (pengalaman)
2.      Vicorius experiences.
3.      Social persuasion
4.      Physiological Arausal

Adapun pengaruh-pengarh efikasi diri terhadap individu, yaitu:
1.      Fungsi kognitif.
2.      Fungsi motivasi.
3.      Fungsi Afeksi.
4.      Fungsi Selektif.
efikasi diri merupakan keyakinan individu yang ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal dengan baik dan berhasil. Efikasi diri sangat berpengaruh besar tehadap perilaku dan keberhasilan individu. Individu yang memiliki efikasi diri dapat mempertanggngjawabkan kemampuannya pada orang lain sesuai dengan kemampuan atau ability yang dimilikinya, sehingga dapat dipastikan individu yang memiliki efikasi diri cenderung percaya diri, optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan baik.
Apabila efikasi diri tinggi maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan yang didapat, misalnya murid dengan efikasi diri akan mengatakan “saya yakin bahwa saya akan mampu menguasai materi ini dan saya akan mampu mengerjakan tugasanya dengan baik”.  begitupun sebaliknya, apabila efikai diri rendah maka dapat dimungkinkan individu cenderung menghindari masalah yang dihadapinya, khususnya yang sifatnya menantang dan sulit.



DAFTAR PUSTAKA
Jhon Santrock, Pendidikan Psikologi,(Jakarta : Kencana, 2007).
Ino Yuwono, Psikologi Industri dan Organisasi, (Surabaya :  Fakultas Psikologi Universitas Eirlangga, 2005).
Seto Mulyadi, Psikologi Perkembangan Anak Tiga tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung : Refika Aditama, 2007).
Siti Nurlaila, Pelatihan Efikasi Diri Menurunkan Kecemasan Pada siswa-Siswi Yang Akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional, Guidena, 1 (September, 2011).
David O. Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta : Erlangga 2009)




 [1] Jhon Santrock, Pendidikan Psikologi,(Jakarta : Kencana, 2007),  hlm 286
[2] Ino Yuwono, Psikologi Industri dan Organisasi, (Surabaya :  Fakultas Psikologi Universitas Eirlangga, 2005), hlm 84
[3] Seto Mulyadi, Psikologi Perkembangan Anak Tiga tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung : Refika Aditama, 2007), hlm 206.

[5] Mariani Soviani, Hubungan Efikasi Diri dengan MotivasiBerprestasi pada Siswa, Skripsi (Kediri, STAIN, 2011), 13
[6] Personlity Teorities
[7] David O. Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta : Erlangga 2009), hlm 202.
[8] Siti Nurlaila, Pelatihan Efikasi Diri Menurunkan Kecemasan Pada siswa-Siswi Yang Akan Menghadapi Ujian Akhir Nasional, Guidena, 1 (September, 2011).
[9]ibid, hlm
[10] Heni Apriyani,
[11] http://adianfuadi.wordpress.com/2008/04/23/super ioritas-dan-inferioritas/#comment
Load disqus comments

0 komentar

follow me