STUDI KASUS
PROBLEM EFIKASI DIRI
Putri, dia
seorang anak umur 17 tahun, siswa disalah satu sekolah menegah atas, kota
kuningan. Dalam kehidupan sehari-hari ia sebagaimana anak normal lainnya,
mengenyang pendidikan dan bersosial. Ia anak pertama dari empat bersaudara.
Namun, disisi lain ia sering merasa tidak PD, setiap ada kegitan bersama teman-temannya ia sering merasa tidak dalam bagian penting dalam kelompoknya. Kadang kala, ia lama ketika berdandan dengan dalih, jika ia tidak kelihatan cantik ia akan dicemooh teman-temannya.
Namun, disisi lain ia sering merasa tidak PD, setiap ada kegitan bersama teman-temannya ia sering merasa tidak dalam bagian penting dalam kelompoknya. Kadang kala, ia lama ketika berdandan dengan dalih, jika ia tidak kelihatan cantik ia akan dicemooh teman-temannya.
Ketika
dalam ruangan, ia lebih banyak diam, merasa malu dan tidak mampu sebagai
alasannya. Malu berbicara atau mengungkapkan pendapat didepan teman-temannya,
karena takut disalahkan. Ketika ditanya gurunya ia sering gugup seperti orang
ketakutan karena telah melakukan kesalahan.
BAB I
PENDAHULUAN
a.
Latar Belakang Masalah
Efikasi diri merupakan salah satu
hal penting dalam diri individu. Efikasi diri berpengaruh besar terhadap
kinerja sebagi motifasi untuk lebih giat melakukan aktifitas. Keyakinan atas
dirinya sendiri lebih cendrung mengarah kepada nilai positif individu. Kinerja
orang yang efikasinya tinggi akan lebih kelihatan daripada orang yang nilai
efikasinya rendah.
Kita semua perlu mempelajari efikasi
diri, karena efikasi diri merupakan hal penting yang harus dimiliki. Efikasi
diri berpengaruh besar terhadap diri indifidu dalam setiap tindakan yang
dilakukan. Baik buruk, tepat atau tidaknya kinerja seseorang akan dipengaruhi
oleh seberapa tinggi atau rendahnya nilai efikasi diri seseorang tersebut.
Sangatlah penting dan urgen untuk
menguak tentang efikasi diri. efikasi
diri bisa disebut hal vital yang harus dimiliki individu, karena dengan efikasi
diri seseorang dapat melihat sejauh mana potensi dan kadar pribadi, sehingga
dengan itu ia tahu hal apa yang semestinya ia lakukan untuk bertindak atas apa
yang ia tuju. Kita semua perlu mengetahui arti, bentuk, faktor pendorong dan
guna dari efikasi diri. karena hal itu akan menarik kita untuk lebih bisa
memposisikan diri dengan dengan keadaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Efikasi Diri
Beberapa tokoh dalam mendefinisikan efikasi diri, oleh Albert Bandura.
menurut Bandura sebagaimana yang ditulis oleh Riswandi Setiadi dalam skripnya
mengatakan “Efficacy is major of action. people guide their lives by their
beliefs of personal efficay. self-efficacy refes to belief in ones capabilities
to organize and axecute the courses of action required to produce given
attainments”. yang dapat artikan sebagai
keyakinan dalam diri individu bahwa dirinya dapat menguasai situasi dan
menghasilkan suatu yang positif. yang memiliki peran penting dalam model
pembelajaran sosial kognitif bandura. [1]
Menurut Eden self eficacy is person’s belief in the tools available to
do job atau keyakinan individu akan
ketersedian sarana untuk melakukan pekerjaan. Ia membuat konsep baru terhadap
efikasi diri yang lebih menekankan pada faktor internal dari individu,
dipelopori oleh parker yakni Role
breadth self eficacy (RBSE) yang terkait suatu tugas yang diberikan. RBSE
berhubungan dengan penilaian seseorang tentang kemampuan untuk melakukan peran
yang lebih luas dan proaktif pada suatu pekerjaan (melebihi tuntutan secara
teknis).[2]
Dapat disimpulkan Efikasi diri adalah keyakinan individu yang ditandai
dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu hal dengan baik dan berhasil. Efikasi
diri sangat berpengaruh besar tehadap perilaku dan keberhasilan individu.
Individu yang memiliki efikasi diri dapat mempertanggngjawabkan kemampuannya
pada orang lain sesuai dengan kemampuan atau ability yang dimilikinya, sehingga
dapat dipastikan individu yang memiliki efikasi diri cenderung percaya diri,
optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan baik.[3]
Apabila efikasi diri tinggi maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
yang didapat, misalnya murid dengan efikasi diri akan mengatakan “saya yakin
bahwa saya akan mampu menguasai materi ini dan saya akan mampu mengerjakan
tugasanya dengan baik”. begitupun
sebalik apabila efikai diri rendah maka dapat dimungkinkan individu cenderung
menghindari masalah yang dihadapinya, khususnya yang sifatnya menantang dan
sulit. misalnya seorang murid dengan efikasi rendah tidak mau berusaha belajar
untuk mengerjakan ujian. karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa membantunya
mengerjakan ujian.
Efikasi diri
dikenalkan pertama oleh Bandura dalam buku Psychological Review, sebagaimana
dipaparkan dalam skripsi Siti khodijah ulfah bahwa buku tersebut menjelaskan,
efikasi sangat dipengaruhi oleh keyakinan individu terhadap tugas yang dihadapi
dalam [4]mencapai
hasil tertentu. keyakinan meliputi kepercayaan dalam diri, kemampun menyesuaikan
diri, kapasitas kognitif, kecerdasan dan kapasita bertindak pada situasi yang
penuh tekanan. efikasi diri itu akan berkembang berangsur-angsur secara terus
menerus seiring meningkatnya kemampuan dan bertambahnya yang berkaitan.[5]
B.
Sumber – Sumber
self efikasi
Berbicara tentang efikasi diri, terdapat empat sumber efikasi yang menjadi
sumber informasi, serta mampu menjadi sumber utama dalam mekanisme pembentukan
efikasi diri pada individu, empat sumber tersebut adalah:
a. Mastery experieces
(pengalaman) atau performance attainments (pencapaian keberhasilan).
Dalam membangun efikasi yang kuat dibutuhkan banyak pengalaman dan
pencapain keberhasilan, karena keduanya mampu menyediakan bukti yang ontentik
dan informasi langsung tentang hal-hal apa saja yang harus dimiliki oleh
seseorang jika ingin sukses, serta hal-hal seputar kesuksesan itu sendiri.
kesuksesan akan menumbuhkan efikasi diri dalam diri individu, sedangkan
kegagalan akan menrunkan efikasi diri.
Pengalaman dibutuhkan untuk melewati berbagai hambatan dan kesulitan
melalui usaha yang tekun, karena hambatan dan kesulitan memberikan kesempatan
untuk belajar bagaimana mengubah kegagalan menjadi sebuah kesuksesan dengan
cara mempertajam kemampuan seseorang untuk mampu mengendalikan masalah-masalah
dengan lebih baik. Sedang pecapaian keberhasilan yakni dengan proses
situasional (seperti tingkat kesulitan sebuah tugas) dan pemrosesan kognitif
(seperti tingkatpersepsi terhadap kemampuan) akan mempengaruhi penilaian dan
keyakinan terhadap efikasi diri.
b.
Vicorius
experiences.
Yakni individu memperoleh efikasi diri dengan melihat/meniru pengalaman
orang lain. Berdasarkan
variasi penelitian ini, bandura akhirnya menetapkan beberapa tahapan terjadinya
proses modeling :
1)
Atensi (perhatian). perhatian yang penuh dapat membantu proses belajar individu menjadi
lebih mudah di mengerti. Hal-hal yang mempengaruhi perhatian mencakup
karakteristik dari model itu sendiri, seperti : mode yang penuh warna, dramatis
atau modelnya tidak jauh beda dengan diri anda sendiri.
2) Retensi (ingatan). ketika semua yang kita lihat tersimpa, maka anda
dapat memanggil kembali citraan atau deskripsi-deskripsi verbal sehingga anda
dapat memproduksinya melalui prilaku anda sendiri.
3) Reproduksi, pada tahap ini anda hanya perlu duduk dan
berkhayal, karena hau menerjemahkan dekripsi tadi kedalam prilaku aktual. Aspek
yang penting dala reproduksi adalah
adalah kemampuan kita berimprovisasi ketika kita membayangkan diri kita
sebagai prilaku.
4) Mortivasi. Anda tidak akan melakukan apapun dengan
suatu yang anda lihat atau pelajari jika anda tidak memiliiki dorongan atau
motivasi dalam diri karena anda belum memiliki alasan tertentu untuk melakukan
hal apapun. bandura menyebutkan jenis-jenis
motivasi :
a)
Dorongan masa lalu ,yaitu yaitu dorongan – dorongan
sebagaimana kaum behavioris trdisional
b)
Doronyan yang dijanjikan (intensif) suatu yang bisa
bayangkan
c)
Dorongan yang kentara: seperti, melihat atau teringat
model yang patut ditiru.
Selain
itu, ada pula motivasi-motivasi negatif, yaitu yang memberi alasan mengapa
individu tidak mau meniru atau pelajari, yaitu :
a)
Hukuman yang pernah ia terima
b)
Hukuman yang dijanjikan (ancaman)
c)
hukuman yang kentara
Regulasi
diri tau kemampuan mengontrol prilaku sendiri aaah salah satu dari sekian
penggerak utama kepribadian manausia. tiga tahap terjadinya proses regulasi:
1)
Pengamatan diri, kita melihat prilaku diri kita
sendiri dengan terus mengamati serat
terus mengamati.
2)
penilaian, kita membandingkan yang kita amati
terhadap prilaku kita dengan ukuran
standart.
3)
respon diri,
Gagasan yang mencakup dalam konsep rugulasi diri
diwujudkan dengan teknik terapi yang disebut terapi kontrol diri. terapi ini
cenderung lebih berhasil paa persoalan-persoalan sederhana. seperti merokok,
kebiasaan belajar burk yaitu dengan cara :
1)
Grafik-grafi Bahavioral, yaitu dengan terus menerus
mengamati prilaku anda sendiri baik sebelum berubah maupun setelahnya. ,
sehingga akan membawa anda pada tanda-tanda yang bisa diasosiasikan dengan
prilaku tertentu.
2)
Perencanaan lingkungan, jadikan kartu catatan harian
anda sebagai patokan, telah itu anda berusaha mengubah lingkungan anda.
3)
Perjanjian diri, memberi hukuman atau penghargaan
jika anda berhasi atau pun tidak.
seperti halnya ketika oranglain
mendapatkan juara dalam kelas dikarenakan ia tekun dalam belajar, maka individu
akan cenderung meniru hal serupa, karena ia meyakini bahwa dirinya juga
memiliki kapasitas untuk mendapat juara kelas. jika anda tidak mampu mendapatkan modeling, maka
carilah seseorang untuk membantu anda mendapatkanya. aselamat mencoba.[6]
c.
Social
persuasion
Yakni persuasi verbal yang digunakan untuk meningkatkan kepercayaan
seseorang mengenai hal-hal yang dimiliki untuk berusaha lebih gigh untuk
mencapai tujuan dan keberhasilan/kesuksesan. Persuasi verbal memiliki pengarh cukup
besar dalam meningkatkan efikasi diri dan dapat menunjukkan perilaku yang
dilakukan cukup efektif. Social persuasion dapat berupapa sugesti atau ungkapan
- ungkapan yang memberikan dukungan pada
individu seperti “Anda pasti bisa” dapat meningkatkan efiksai diri sedangkan sikap dan ungkapan – ungkapan
negatif dapat mengurangi efikasi diri.
persuasi verbal disesuaikan dengan kondisi individu yakni rasa percaya
kepada pemberi persuasi dan sifat realistik daei apa yang di persuasikan.
Penilain terget terhadap sumber komunikasi merupakan salah satu faktor yang
paling penting dalam keberhasilan usaha persuasif, kemungkinan individu akan
memningkatkan efikasi diri bila sumber dipandang andal, dapat dipercaya, dan
secara umum disukai oleh target.[7]
d.
Physiological Arausal
Yakni efikasi diri yang berasal dari dalam diri individu berdasarkan apa
yang dirasakan, misalnya: gejolak emosi, goncangan, kegelisahan yang mendalam
dan keadaan fisiologis yang lemah yang dialami individu akan dirasakan sebagai
isyarat akan terjadi peristiwa yang tidak diinginkan, maka situasi yang mengancam akan cenderung dihindari. penilaian
individu terhadap efikasi diri dipengaruhi oleh suasana hati, suasana hati yang
positif akan meningkatkan efikasi diri sedangkan suasana hati yang buruk akan
melemahkan efikasi diri.
Mengurangi reaksi cemas, takut cemas, takut dan stress individu akan
mengubah kecenderungan emosi negatif dengan salah interprestasi terhadap
keadaan fisik dirinya sehingga akhirnya dengan interprestasi terhadap keadaan
fisik dirinya sehingga akhirnya akan mempengaruhi efikasi diri yang positif
terhadap diri seseorang.[8]
C.
Pengukuran
Efikasi Diri
Menurut Bandura Pengukuran terhadap efikasi diri dapat dikemukakan dengan
dimensi-dimensi efikasi diri yakni:
a)
Tingkat
kesulitan
Dimensi kesulitan berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang harus
diselesaikan seseorang dari tuntutan sederhana, moderat sampai yang membutuhkan
performansi maksimal (sulit). Dimensi kesulitan memiliki implikasi terhadap
pemilihan tingkah laku yang dicoba atau yang akan dihindari. Individu akan
mencoba tingkah laku yang dirasa mampu dilakukan dan akan menghindari tingkah
laku yang berada di luar batas kemampuan yang dirasakannya.
b)
Tingkat
generalisasi
Dimensi generalisasi merupakan dimensi yang berkaitan dengan luas bidang
tugas yang dilakukan. Beberapa keyakinan individu terbatas pada suatu aktivitas
dan situasi tertentu dan beberapa keyakinan menyebar pada serangkaian aktivitas
dan situasi yang bervariasi.
c)
Tingkat
kekuatan
Dimensi ini berkaitan dengan tingkat kemampuan individu terhadap dimensi
yang terkait dengan kekuatan/kemantapan individu terhadap keyakinannya.
Individu dengan efikasi diri tinggi cenderung pantang menyerah, ulet dalam
meningkatkan usahanya walaupun menghadapi rintangan, dibandingkan dengan
individu dengan efikasi diri rendah.[9]
D.
Dampak Efikasi
Diri
Sebagaimana telah dijelaskan dalam pembahasan diatas, bahwa efikasi diri
mampu memberi beberapa perubahan terhadap perlaku individu. Adapun
pengaruh-pengarh efikasi diri yaitu:
a) Fungsi kognitif.
Bandura menyebutkan bahwa pengaruh dari efikasi diri pada proses kognitif seseorang sangat bervariasi. Pertama, efikasi diri yang kuat akan
mempengaruhi tujuan pribadinya. Semakin kuat efikasi diri, semakin
tinggi tujuan yang ditetapkan oleh individu bagi dirinya sendiri dan yang
memperkuat adalah komitmen individu terhadap tujuan tersebut.
Individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempunyai cita-cita yang
tinggi, mengatur rencana dan berkomitmen pada dirinya untuk mencapai tujuan
tersebut. Kedua, individu dengan efikasi diri yang kuat akan mempengaruhi
bagaimana individu tersebut menyiapkan langkah-langkah antisipasi bila usahanya
yang pertama gagal dilakukan.
b) Fungsi motivasi.
Efikasi diri memainkan peranan penting dalam pengaturan motivasi diri.
Sebagian besar motivasi manusia dibangkitkan secara kognitif. Individu
memotivasi dirinya sendiri dan menuntun tindakan-tindakannya dengan menggunakan
pemikiran-pemikiran tentang masa depan sehingga individu tersebut akan
membentuk kepercayaan mengenai apa yang dapat dirinya lakukan. Individu juga
akan mengantisipasi hasil-hasil dari tindakan-tindakan yang prospektif,
menciptakan tujuan bagi dirinya sendiri dan merencanakan bagian dari tindakan-tindakan
untuk merealisasikan masa depan yang berharga.
Efikasi diri mendukung motivasi dalam berbagai cara dan menentukan
tujuan-tujuan yang diciptakan individu bagi dirinya sendiri dengan seberapa
besar ketahanan individu terhadap kegagalan. Ketika menghadapi kesulitan dan
kegagalan, individu yang mempunyai keraguan diri terhadap kemampuan dirinya
akan lebih cepat dalam mengurangi usaha-usaha yang dilakukan atau menyerah.
Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan dirinya akan
melakukan usaha yang lebih besar ketika individu tersebut gagal
dalam menghadapi tantangan. Kegigihan atau ketekunan yang kuat mendukung
bagi mencapaian suatu performansi yang optimal. Efikasi diri akan berpengaruh
terhadap aktifitas yang dipilih, keras atau tidaknya dan tekun atau tidaknya
individu dalam usaha mengatasi masalah yang sedang dihadapi.
c) Fungsi Afeksi
Efikasi diri akan mempunyai kemampuan coping individu dalam mengatasi
besarnya stres dan depresi yang individu alami pada situasi yang sulit dan menekan,
dan juga akan mempengaruhi tingkat motivasi individu tersebut. Efikasi diri
memegang peranan penting dalam kecemasan, yaitu untuk mengontrol stres yang
terjadi. Penjelasan tersebut sesuai dengan pernyataan Bandura bahwa efikasi
diri mengatur perilaku untuk menghindari suatu kecemasan.
Semakin kuat efikasi diri, individu semakin berani menghadapi tindakan yang
menekan dan mengancam. Individu yang yakin pada dirinya sendiri dapat
menggunakan kontrol pada situasi yang mengancam, tidak akan membangkitkan
pola-pola pikiran yang mengganggu. Sedangkan bagi individu yang tidak dapat
mengatur situasi yang mengancam akan mengalami kecemasan yang tinggi.
Individu yang memikirkan ketidakmampuan coping dalam dirinya dan memandang
banyak aspek dari lingkungan sekeliling sebagai situasi ancaman yang penuh
bahaya, akhirnya akan membuat individu membesar-besarkan ancaman yang mungkin
terjadi dan khawatiran terhadap hal-hal yang sangat jarang terjadi. Melalui
pikiran-pikiran tersebut, individu menekan dirinya sendiri dan meremehkan
kemampuan dirinya sendiri.
d) Fungsi Selektif
Fungsi selektif akan mempengaruhi pemilihan aktivitas atau tujuan yangakan
diambil oleh indvidu. Individu menghindari aktivitas dan situasi yang individu
percayai telah melampaui batas kemampuan coping dalam dirinya, namun individu
tersebut telah siap melakukan aktivitas-aktivitas yang menantang dan memilih
situasi yang dinilai mampu untuk diatasi.
Perilaku yang individu
buat ini akan memperkuat kemampuan, minat-minat dan jaringan sosial yang mempengaruhi
kehidupan, dan akhirnya akan mempengaruhi arah perkembangan personal. Hal ini
karena pengaruh sosial berperan dalam pemilihan lingkungan, berlanjut untuk
meningkatkan kompetensi, nilai-nilai dan minat-minat tersebut dalam waktu yang
lama setelah faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan keyakinan telah
memberikan pengaruh awal. Berdasarkan uraian di atas, peneliti menyimpulkan
bahwa efikasi diri dapat memberi pengaruh dan fungsi kognitif, fungsi motivasi,
fungsi afeksi dan fungsi selektif pada aktivitas individu.[10]
BAB III
LANDASAN TEORI
Beberapa pakar
psikologi seperti Adler mengatakan bahwa gangguan kronis yang dialami
diri seseorang bisa menjadi salah satu sumber munculnya perasaan inferioritas
diri bahkan kompleksnya, karena gangguan kronis diasumsikan secara subjektif
sebagai kelemahan diri. Respons individu terhadap gangguan yang dihadapinya
oleh Adler akan melahirkan kompensasi atas kelemahan tersebut. Indvidu
dapat secara optimal merasa baik atau buruk atas responsnya itu tergantung dari
mekanisme ego yang bekerja (Freud melalui Hall, 2003).
Bandura pernah berasumsi bahwa perasaan lemah atas bagian-bagian tertentu secara fisik maupun psikis, bisa berpengaruh pada self-regulation dan self-efficacy seseorang. Efikasi diri merupakan keyakinan atas kemampuan dirinya. Efikasi ini dibentuk dari penilaian pribadi atas kondisi dirinya dengan mengadopsi pemikiran-pemikiran lingkungan sosialnya tentunya.
Freud (melalui Nevid, dkk, 2003) pernah mengilustrasikan bahwa ide-ide pembangkit anxietas yang muncul dalam kesadaran dan tidak dapat diterima oleh ego atas pertimbangan realitas dapat menyebabkan perilaku neurotik seseorang berkembang. Adanya ego defense mechanism dalam diri individu mendorong ego untuk mempertahankan eksistensinya melawan simtom-simtom pembangkit anxietas atau kecemasan, dimana ide-ide tersebut ditekan dan dipendam ke alam ketidaksadaran manusia. Secara struktural, ego seseorang masing-masing memiliki ambang toleransi terhadap mekanisme pertahanan diri, sehingga ide-ide pembangkit anxietas (kecemasan) yang berlebihan terhadap ambang toleransi ego akan bergerak keperilaku overt, karena ketidakmampuan ego untuk menekan semuanya keketidaksadaran melalui fungsi defense yang dimiliki ego.
Pada hakikatnya hidup manusia itu penuh dengan berbagai masalah yang menuntut perhatian manusiawi individu dalam kehidupan. Kierkegaard menambahkan bahwa pengalaman subjektif manusia merupakan sumasi dari pemikiran positif dan pemikiran negatif, dimana keduanya ini secara bersama-
sama membentuk efikasi
diri seseorang sebagai individu. Hal ini dijelaskan Kierkegaard karena
pemikiran subjektif memikirkan kehampaan yang meresapi keberadaannya
(esistensinya). Kierkegaard menjelaskan juga bahwa kesadaran merupakan penyebab
munculnya masalah-masalah pribadi diri.
Sejalan dengan konsep Rene
Descartes (1596-1650) yang mengatakan “de omnibus dubitandum est”
(segala sesuatu harus diragu-ragukan). Descartes juga mengatakan bahwa “Dengan
berpikir, maka aku ada” yang menjadi landasan bagi Kierkegaard dalam
menguraikan tentang kesadaran. Kierkegaard berasumsi bahwa kita tidak dapat
mempercayai pikiran sehat atau cara biasa kita berpikir tentang dunia, sebab
mustahillah untuk membuktikannya secara pasti pada saat khusus manapun bahwa
kita tidak bermimpi meskipun dalam keadaan jaga sekalipun.
Satu hal yang dapat anda percayai menurut Rene Descartes adalah kepastian kesadaran anda sendiri, sebab setiap kali anda bekata pada diri anda bahwa anda sedang berpikir, maka anda benar sekalipun pancindera anda sedang menipu anda. Kierkegaard juga mengatakan bahwa kesadaran mempersatukan pasangan-pasangan kontradiksi. Dalam kesadaran, apa yang ada (aktualitas) dihadapkan pada apa yang tidak ada (kemungkinan).
Berpikir itu merupakan pintu tunggal menuju ke alam kesadaran. Pintu yang dapat terbuka suatu kali dan dapat tertutup suatu ketika, sehingga mengurung diri dalam kehampaan. Inilah alasan mengapa Kierkegaard mengatakan bahwa kesadaran menjadi penyebab adanya ketegangan atau masalah dalam diri psikis pada individu. Pada saat diri dihadapkan dengan masalah tertentu, misalnya pada penderita gangguan kronis, maka kontradiksi-kontradiksi tertentu terjadi.
Kesadaran mempersatukannya dengan kontradiksi pertentangannya, sehingga menimbulkan rasa kecemasan, ketakutan, pasrah, putus asa. Kesadaran kemudian mengeksternalkannya pada realita perilaku, sehingga muncul simtom tertentu yang menunjukkan gejala penderitaan. Kesadaran inilah yang seharusnya diubah. Dengan mengubah perspektif kesadaran, maka realita eksistensialis penderitaan itu tidak seharusnya dirasakan meskipun terjadi riil.
Asumsi di atas dapat
menjelaskan bahwa bagi penderita gangguan kronis, faktor gangguan tersebut
menjadi beban yang cukup berat. Beban ini secara spekulatif tetapi pasti
mempengaruhi perkembangan individu, termasuk dalam efikasi dirnya. Pemaknaan
terhadap dirinya yang memiliki gangguan sebagai inferior factor adalah
buah hasil kesadaran yang normal terjadi pada manusia.
Permasalahan ini semakin kompleks ketika individu berada pada masa perkembangan dewasa awal, dimana terdapat tuntutan yang besar secara intern maupun eksternal atas pengambilan tanggung jawab pribadi dan kemandirian personal. Kesemuanya ini mempengaruhi perkembangan dan pembentukan efikasi diri. Arah perkembangan efikasi ini bisa positif maupun negatif pada penderita gangguan kronis, tergantung dari multifaktor dalam kehidupan individu yang bersangkutan.
Bandura (1997, hal 3) mendefinisikan efikasi diri sebagai kepercayaan pada kemampuan diri dalam mengatur dan melaksanakan suatu tindakan yang diperlukan dalam rangka pencapaian hasil usaha. Efikasi diri menurut Bandura akan mempengaruhi segala rangkaian tindakan yang dilaksanakan individu, sebarapa lama individu akan kuat dan gigih dalam menghadapi masalah-masalahnya, kegagalan upaya, keuletan di dalam kesengsaraan hidupnya, jumlah stress dan depresi yang dialami dalam menghadapi tuntutan sosial dari lingkungannya yang bersifat menekan, dan tingkat prestasi yang diperoleh.
Di sisi lainnya Baron dan Byrne (1997, hal 183) memaparkan bahwa efikasi diri sebagai evaluasi diri terhadap kemampuan dan kompetensi dirinya untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan, mencapai suatu tujuan dan dalam menghadapi kendala yang terjadi. Sejalan dengan itu, Corsini (1994, hal 368) menyebutkan efikasi diri sebagai pernyataan subjektif berupa keyakinan individu akan kemampuan dirinya dalam mengontrol perilaku dan tuntutan sosial lingkungan, sehingga memperoleh hasil yang maksimal bagi dirinya. Jelasnya, Corsini menyebut adanya aspek keyakinan dalam mengontrol lingkungan dan perilakunya bagi individu yang bersangkutan.
Efikasi diri beragam dalam tiap-tiap situasi, individu dapat memiliki efikasi diri yang relatif tinggi dalam satu situasi, tetapi tidak pada situasi lainnya, misalnya. Hal ini tergantung dari kompetensi dirinya bagi aktivitas yang berbeda-beda dalam tuntutan, tingkat persaingan diantara individu, predisposisi pribadi dalam menghadapi kegagalan, dan kondisi fisiologis berkaitan juga dengan kesehatan diri secara fisikal mapun psikis.
Di sisi lainnya,
efikasi juga dipengaruhi oleh penilaian pribadi tentang hal kemampuan dirinya
tersebut. Penilaian yang salah atau keliru terhadap kemampuan diri akan
berdampak signifikan terhadap efikasi diri orang tersebut. Penilaian diri yang
tepat akan mendorong individu untuk melakukan suatu tugas atau tantangan dengan
realistis dan memberikannya motivasi internal untuk pengembangan diri dalam
mencapai proses aktualisasi diri yang sehat (Maslow, melalui Hall,
1993).
Berkaitan dengan fungsi efikasi diri yang lainnya, Bandura (1986, hal 393-395) mengungkapkan fungsi efikasi diri sebagai penentu aktif tindakan atau perilaku yang harus dipilih, menentukan besarnya usaha yang harus dilakukan, serta mempengaruhi pola pikir dan reaksi emosi yang harus dilakukan individu.
Secara esensial efikasi diri memiliki dua pengertian penting, yaitu :
1.
Efikasi
diri atau efikasi ekspektasi (self effication – efficacy expectation)
adalah Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi dalam
situasi tertentu.Efikasi diri berhubungan dengan keyakinan bahwa diri
memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan; dan
2.
Ekspektasi
hasil (outcome expectation) atau perkiraan atau estimasi diri
bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.
Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini berbeda dengan aspirasi (cita-cita), karena cita-cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya (dapat dicapai), sedang efikasi menggambarkan penilaian kemampuan diri.Perubahan tingkah laku dalam sistem Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi efikasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan, atau diturunkan melalui salah satu atau kombinasi empat sumber yakni :
1.
Pengalaman
menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment),
2.
Pengalaman
Vikarius (vicarious experience),
3.
Persuasi
Sosial (Social Persuation) dan
4.
Pembangkitan
Emosi (Emotional/ Psysilogical states).
Berikut ini adalah
strategi pengubahan sumber efikasi diri :
Sumber
|
Cara Induksi
|
|
Pengalaman Performasi
|
Participant Modelling
|
Meniru model yang berprestasi
|
Performance desensilization
|
Menghilangkan pengaruh buruk prestasi masa lalu
|
|
Performance Exposure
|
Menonjolkan keberhasilan yang pernah diraih
|
|
Self-instructed performance
|
Melatih diri untuk melakukan yang terbaik
|
|
Pengalaman Vikarius
|
Live Modelling
|
Mengamati Model yang nyata
|
Symbolic Modelling
|
Mengamati model simbolik, film, komik, cerita
|
|
Persuasi Verbal
|
Sugestion
|
Mempengaruhi dengan kata-kata berdasar kepercayaan
|
Exhortation
|
Nasihat, peringatan yang mendesak/memaksa
|
|
Self-instruction
|
Memerintah diri sendiri
|
|
Intrepretive Treatment
|
Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang
salah
|
|
Pembangkitan Emosi
|
Attribution
|
Mengubah atribusi, penanggungjawab suatu kejadian
emosional
|
Relaxation biofeedback
|
Relaksasi
|
|
Symbolic desensilization
|
Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik
|
|
Symbolic Exposure
|
Memunculkan emosi secara simbolik
|
Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan
lingkungan yang responsif atau tidak responsif akan menghasilkan empat
kemungkinan prediksi tingkah laku, yaitu :
Efikasi
|
Lingkungan
|
Prediksi hasil tingkah laku
|
Tinggi
|
Responsif
|
Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan
kemampuannya
|
Rendah
|
Tidak Responsif
|
Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang
dianggapnya sulit
|
Tinggi
|
Tidak Responsif
|
Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif,
melakukan protes, aktivitas sosial, bahkan memaksakan perubahan
|
Rendah
|
Responsif
|
Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak mampu
|
Reivich dan Shatté (2002) mendefinisikan efikasi diri sebagai keyakinan pada
kemampuan diri sendiri untuk menghadapi dan memecahkan masalah dengan efektif.
Efikasi diri juga berarti meyakini diri sendiri mampu berhasil dan sukses.
Individu dengan efikasi diri tinggi memiliki komitmen dalam memecahkan
masalahnya dan tidak akan menyerah ketika menemukan bahwa strategi yang sedang
digunakan itu tidak berhasil. Menurut Bandura (1994), individu yang
memiliki efikasi diri yang tinggi akan sangat mudah dalam menghadapi tantangan.
Individu tidak merasa ragu, karena ia memiliki kepercayaan yang penuh dengan
kemampuan dirinya. Individu ini menurut Bandura (1994) akan cepat
menghadapi masalah dan mampu bangkit dari kegagalan yang ia alami.[11]
BAB IV
KESIMPULAN
Dari kasus puteri
diatas kita dapat mengetahui dan memahami bahwa ia mengalami gangguan dalam
masalah efikasi diri, ia memiliki efikasi diri yang rendah, tidak mempunyai
keyakinan atas dirinya sendiri dihadapan orang lain. Hilangnya efikasi diri
sangat berpengaruh kepada diri puteri, ia sering merasa tidak mampu melakukan
sesuatu, merasa minder dan tidak percaya diri.
Soslusi
yang harus diberikan kepada puteri bagaimana ia bisa membentuk suatu efikasi
diri dengan memberian pemahaman melalui empat mekanisme pembentukan efikasi
diri, yaitu:
1.
Mastery
experieces (pengalaman)
2.
Vicorius
experiences.
3.
Social
persuasion
4.
Physiological Arausal
Adapun pengaruh-pengarh efikasi diri terhadap
individu, yaitu:
1.
Fungsi
kognitif.
2.
Fungsi
motivasi.
3.
Fungsi Afeksi.
4.
Fungsi
Selektif.
efikasi diri merupakan keyakinan individu yang ditandai dengan keyakinan untuk melakukan sesuatu
hal dengan baik dan berhasil. Efikasi diri sangat berpengaruh besar tehadap
perilaku dan keberhasilan individu. Individu yang memiliki efikasi diri dapat
mempertanggngjawabkan kemampuannya pada orang lain sesuai dengan kemampuan atau
ability yang dimilikinya, sehingga dapat dipastikan individu yang memiliki
efikasi diri cenderung percaya diri, optimis dan dapat mencapai sesuatu dengan
baik.
Apabila efikasi diri tinggi maka semakin tinggi pula tingkat keberhasilan
yang didapat, misalnya murid dengan efikasi diri akan mengatakan “saya yakin
bahwa saya akan mampu menguasai materi ini dan saya akan mampu mengerjakan
tugasanya dengan baik”. begitupun
sebaliknya,
apabila efikai diri rendah maka dapat dimungkinkan individu cenderung
menghindari masalah yang dihadapinya, khususnya yang sifatnya menantang dan
sulit.
DAFTAR
PUSTAKA
Jhon Santrock, Pendidikan
Psikologi,(Jakarta : Kencana, 2007).
Ino Yuwono, Psikologi
Industri dan Organisasi, (Surabaya :
Fakultas Psikologi Universitas Eirlangga, 2005).
Seto Mulyadi, Psikologi
Perkembangan Anak Tiga tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung : Refika
Aditama, 2007).
Siti Nurlaila,
Pelatihan Efikasi Diri Menurunkan Kecemasan Pada siswa-Siswi Yang Akan
Menghadapi Ujian Akhir Nasional, Guidena, 1 (September, 2011).
David O. Sears, Psikologi Sosial, (Jakarta : Erlangga 2009)
http://adianfuadi.wordpress.com/2008/04/23/super
ioritas-dan-inferioritas/#comments. Diadaptasi Pada Tanggal : 06 JUNI 2014
[2] Ino Yuwono, Psikologi
Industri dan Organisasi, (Surabaya :
Fakultas Psikologi Universitas Eirlangga, 2005), hlm 84
[3] Seto Mulyadi, Psikologi
Perkembangan Anak Tiga tahun Pertama (Psikologi Atitama), (Bandung : Refika
Aditama, 2007), hlm 206.
[5] Mariani Soviani, Hubungan Efikasi Diri dengan MotivasiBerprestasi pada
Siswa, Skripsi (Kediri, STAIN, 2011), 13
[8] Siti Nurlaila,
Pelatihan Efikasi Diri Menurunkan Kecemasan Pada siswa-Siswi Yang Akan
Menghadapi Ujian Akhir Nasional, Guidena, 1 (September, 2011).
0 komentar